ADONARA, AKSARANEWS.NET – Saat ini perubahan iklim telah menjadi salah satu isu global. Penting dan mendesak. Berbagai dampak sungguh nyata di depan mata. Kenaikan suhu ekstrim, cuaca yang tidak teratur, kekeringan masal, kelangkaan pangan dan lain-lain.
Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan memperkuat ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal, Yayasan Agro Sorgum Flores (Yasores) menggelar kegiatan pendampingan dan pemberdayaan bagi petani muda dan perempuan.
Kegiatan tersebut berlangsung di aula Yasores, tepatnya di Waiotan, Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Flores Timur (Flotim), NTT. Diikuti oleh para peserta yang terdiri dari petani dan orang muda desa setempat, Senin (12/5/2025).
Direktur Yasores, Maria Loretha mengatakan orang muda dan perempuan adalah penjaga masa depan pangan. Oleh karena pengetahuan tentang perubahan iklim sangat penting, termasuk teknologi dan inovasi di bidang pertanian, khususnya lahan kering.

“Kami percaya bahwa perubahan besar dimulai dari desa. Perempuan dan orang muda adalah penjaga masa depan pangan. Kita harus menyalakan harapan dan pengetahuan baru tentang teknologi dan inovasi di tengah krisis iklim,” ujar Maria Loretha.
Pada kesempatan itu, para peserta belajar dan berdiskusi tentang penyebab dan dampak perubahan iklim, dan penerapan teknologi irigasi tetes, satu pendekatan hemat air yang sangat relevan bagi pertanian lahan kering.

Manejer Program dan Riset, Brian Benedicto dalam pemaparan materi, mengatakan bahwa krisis iklim bukan sekadar isu global, tetapi kenyataan sehari-hari bagi petani di NTT. Cuaca tak menentu, hasil panen sering tak sesuai harapan, dan sumber air semakin sulit diakses.
Melalui kegiatan ini, kata dia, “kita tidak hanya belajar menegenal penyebab dan dampak perubahan iklim saja, tapi juga memahami bahwa komunitas lokal punya peran penting dalam upaya adaptasi. Pengetahuan sederhana sekalipun, kalu diterapkan secara kolaboratif, bisa jadi kekuatan besar untuk bertahan, dan bergerak bersama.”
“Kita belajar bahwa menghadapi iklim ekstrim tak cukup hanya teknologi, tapi juga relasi antara petani dan tanah, antara pengetahuan dan praktik, antara generasi tua dan muda. Irigasi tetes hanyalah alat, yang paling penting adalah tetes-tetes kesadaran yang menumbuhkan keberanian untuk berubah mulai dari desa,” tandas Brian.
Sementara Fasilitator Yasores, Fransiskus Weleng tampil memperkenalkan konsep irigasi tetes secara praktis dan aplikatif. Para peserta tampak antusias mendengarkan penjelasan, sembari menonton cara penerapan teknologi irigasi tetes pada layar Laptop.

Frengky, sapaan Fransiskus Weleng, menjelaskan “irigasi tetes merupakan sistem pengairan yang menyalurkan air langsung ke akar tanaman dalam bentuk tetesan air secara terus menerus. Air dialirkan jaringan pipa dan dikeluarkan melalui emitter di dekat akar tanaman.”
“Teknologi sederhana ini bisa menjadi solusi untuk mengatasi kekeringan, menjaga tanaman tetap tumbuh di musim sulit, dan menekan kerugian petani kecil. Dapat menghemat air 30-40 persen dibandingkan dengan metode konvensional,” kata dia.
Frengky menyebut, kelebihan dari irigasi tetes antara lain, menghemat air dan tenaga kerja, mengurangi pertumbuhan gulma, cocok untuk daerah kering, dan memberikan nutrisi langsung ke akar tanaman.
Meski begitu, ia menambahkan, terdapat kekurangan dari teknologi irigasi tetes, yaitu biaya awal pemasangan alat cukup tinggi, emiter bisa saja tersumbat, dan membutuhkan perawatan secara berkala.
Selain mendapatkan pengetahuan dan mengenal teknologi irigasi tetes, selanjutnya peserta akan memperaktekannya dalam rencana tindak lanjut, yakni persiapan lahan, mulai dari pembajakan, pembuatan bedeng dan pupuk organik, serta penerapan irigasi tetes secara sederhana.
Untuk diketahui, kegiatan ini bekerjasama dengan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) melalui program Pundi Hijau 2025. Merupakan rangkaian program hibah yang berlangsung sejak Maret sampai Agustus 2025.
Kegiatan yang berfokus pada peningkatan kapasitas komunitas lokal dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan memperkuat ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal.
Tino Watowuan
(Media Publikasi dan Dokumentasi Yasores)