HAMPARAN bukit dengan pepohonan yang hijau dan tampak dari Ketinggian berdiri kokoh dan Megah Gunung Ile Boleng, sebongkah awan sedang berdandan menghiasi setiap lekukan Gunung sehingga menambah pesona bagi setiap mata yang memandang.
Adonara Timur merupakan sebuah Kecamatan di Kabupeten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Pulau Adonara pada umumnya dikenal sebagai tanah bermaharkan gading juga memiliki kekayaan tenun ikat khasnya seperti Nowing (untuk laki-laki) dan Kwatek (untuk Perempuan).
Selain memiliki keindahan alam, Adonara Timur memiliki sejuta budaya yang terus diwariskan secara turun temurun, salah satunya adalah Knirek.
Knirek dalam Konteks Adonara merujuk pada sekelompok Perempuan yang melaksanakan Ritual. Ritual ini dianggap sakral dalam kehidupan perempuan Lamaholot untuk memperbaharui hubungan kekerabatan antar perempuan yang datang dari berbagai daerah sesuai silsilah turun temurun.
Ritual ini dianggap penting karena memiliki nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerusnya secara turun temurun dan masih terus dilestarikan hingga kini.

Perempuan Lamaholot dari berbagai suku dan agama tetap melaksanakan knirek sebagai penyelenggaraan ritual yang menunjukan bahwa upacara untuk Pemujaan terhadap Tuhan dan Penghormatan terhadap leluhur yang memiliki makna penting bagi kehidupan setiap Perempuan Lamaholot. Knirek diyakini sebagai kekuatan, Identitas, Jiwa serta sarana untuk mengetahui proses kapas menjadi benang dan menjadi tenunan lamaholot kwatek dan nowing yang sesungguhnya. Knirek ini juga sebagai bentuk pembersihan diri dan pulih dari sakit.
Ritual knirek ini pun kemudian dilakukan oleh sekelompok perempuan di Desa Adobala Kecamatan Kelubagolit, Flores Timur beberapa waktu lalu. Upacara ini sebagai suatu tindakan yang dilakukan menurut adat kebiasaan untuk menandai kekhidmatan sebuah peristiwa yang memiliki bermacam-macam aturan Serta sarana dalam menjalankannya.
Ritual Knirek ini dipimpin langsung oleh Kesulungan Perempuan. Perannya memimpin semua ritual dan mengarahkan seluruh anggota knirek sejak awal hingga akhir.
Alat dan bahan yang digunakan dalam knirek ini terdiri dari kayo bahi (Pohon besar kesambi) bermakna sebagai penunjuk jalan, Puhu burak, karo maha ( pohon besar), Krida yang berbuah warna merah (pohon kecil), waga ina, wulu rasa (rumput), wete, karo Lou, cendana keperek, wreket.
Bahan yang digunakan dalam knirek diantaranya, Ubi Damar,kacang-kacangan,jagung,ikan kering, kelapa, kemiri, beras. Peralatan yang digunakan dalam ritual ini menggunakan peralatan tradisional seperti keluba (periuk yang terbuat dari tanah liat) dan Pene (Piring yang terbuat dari tanah liat).
Proses Adat teka kenirek terdiri dari beberapa Tahap. Tahap Pertama(hari pertama) Pu’u keluba dan Deke Kenodot yang artinya proses mencuci periuk dan merendam benang. Ditahap ini perempuan sulung akan mengarahkan seluruh anggota knirek untuk terlibat bersama dalam proses dengan tetap menjaga kesakralan ritual dan menaati setiap aturan dalam knirek.

Dalam proses ini menggunakan pewarna alami dari dedaunan,akar pohon dan menggunakan akar-alat tradisional. Ditahap ke 2 (hari ketiga) akan dilakukan Baha Kenodot (mencuci benang)dan Pahe Kenodot (menjemur benang) dalam proses ini pemimpin perempuan sulung akan mengarahkan seluruh anggota knirek untuk menyiapkan segala perlengkapan dalam mencuci benang dan melanomas proses perjalanan menuju wai matan (mata air) salah satu aturan dalam proses ini adalah dalam proses menuju mata air sampai kembali anggota knirek tidak boleh bertegur sapa dengan siapapun baik secara langsung mau pun lewat Handphone dalam proses ini setelah semua mencuci benang di air mengalir dilanjutkan dengan Ohon Hebo (mandi keramas) dengan menggunakan santan kelapa selanjutnya bua (makan bersama).
Dalam makan bersama ini tidak membawa nasi tetapi yang dimakan adalah gae behin ( jagung goreng), wata pun’a (jagung bulat), sene’ma (campuran, jagung, kacang dan kelapa) dan tapo kenapa (potongan kelapa), sayuran yang direbus dan umbi umbian.
Perempuan sulung akan menuangkan minuman tuak dan menyodorkan sirih pinang Selanjutnya proses perarakan kembali ke orin (kerumah) dan menjemur benang. Benang-benang tersebut hanya bisa dipakai oleh anggota knirek secara turun temurun.
Ritual ini diwarnai dengan Behin tuak (menuang tuak), Bua adat (makan adat), Belenb(Pengasapan) dari kayu cendana, sabuk kelapa dan taburan kelapa, Ohon Tapo (mengoleskan Santan kelapa dikepala) dan diakhiri dengan Tudek Tena dimana menghantarkan ampas olahan ke Hutan sekaligus berpamitan dengan leluhur nenek moyang.

Indah Purnama Dewi kepada media ini mengaku berbangga menjadi perempuan lamaholot yang bisa mengikuti secara langsung ritual knirek.
“Dalam kehidupan seorang ibu dan sebagai perempuan Lamaholot tentu malewati berbagai tantangan kehidupan dan dengan mengikuti kenirek kita tidak kehilangan identitas budaya lamaholot,memulihkan kekuatan dan mengetahui makna asal mula sebuah tenunan”. Ucap Dewi
Ritual yang relatif sederhana ini memeiliki keunikan dan Sarat makna yang menciptakan data tarik sendiri disetiap generasi.
Penulis : Indah Purnama Dewi