LEMBATA, AKSARANEWS.NET – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT telah menerima informasi dari keluarga Regina Wetan (31), warga Desa Beutaran, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata yang meninggal dunia setelah menjalani operasi SC di RSUD Lewoleba pada Rabu, 5 Maret 2025.
Pada intinya pihak keluarga ingin memperoleh penjelasan dari manajemen RSUD Lewoleba perihal apa sebab meninggalnya pasien usai dilakukan injeksi obat melalui selang infus.
Sebab pasca operasi pukul 14.18 WITA, pasien dalam keadaan baik-baik saja hingga pukul 22.00 WITA saat tindakan suntik dilakukan.
Hal itu disampaikan Kepala Ombudsman Perwakilan NTT Darius Beda Daton dalam keterangannya yang diterima Aksaranews.net, Minggu 9 Maret 2025.
Darius mengatakan bahwa menutut pihak keluarga, tidak ada informasi dan pertanyaan apapun dari perawat saat hendak melakukan tindakan suntik obat tentang obat apa yang akan disuntik dan pertanyaan tentang apakah pasien alergi obat dll. Beberapa saat setelah tindakan suntik obat, pasien mengeluh mual-mual, mengalami pendarahan hingga meninggal dunia.
“Terhadap informasi dan keluhan tersebut, sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, kami telah menempuh langkah- langkah sebagai berikut, pada Hari Sabtu (8/03), kami telah menghubungi direktur RSUD Lewoleba, drg. Yosep Paun guna meminta informasi dan penjelasan terkait keluhan keluarga pasien tersebut,” Kata Darius
Lanjutnya, kepada kami, direktur RSUD Lewoleba mengatakan sedang Klarifikasi ke ruangan dan akan menyampaikan penjelasan klarifikasi sebagaimana permintaan keluarga pada hari Senin (10/3).
“Kami meminta agar komite medik RSUD Lewoleba segera melakukan investigasi lebih lanjut untuk memeriksa rekam medik pasien dan memastikan bahwa petugas kesehatan yang melakukan tindakan injeksi obat ke pasien telah mematuhi alur dan prosedur layanan tindakan medis sesuai SOP rumah sakit dan telah melakukan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien secara memadai sebelum tindakan suntik obat dilakukan,” Lanjut Darius
Timpal Darius, apabila dalam pemeriksaan tim komite medik terbukti telah terjadi kelalaian dalam penerapan SOP rumah sakit dan mengarah ke malpraktek maka pihak keluarga diminta untuk menyampaikan laporan resmi kepada MKEK selaku lembaga penegak etika profesi kedokteran (kodeki) atau kepada MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) yakni lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, melalui dinas kesehatan Kabupaten Lembata.
Penegakan etika profesi kedokteran oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) telah diatur dalam Pasal 1 angka 3 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia.
Dokter yang melakukan malpraktek adalah dokter yang lalai dalam menjalankan tugasnya atau karena kesalahanya mengakibatkan orang luka berat atau meninggal sehingga dapat dikatakan tindakan malpraktek medik dapat berupa kealpaan dokter yang dalam KUHP terdapat dalam pasal 359-361 tentang kealpaan.
Menurut Kepala Ombudsman Perwakilan NTT ini bahwa Laporan keluarga pasien kami pandang perlu dilakukan karena negara telah menyediakan bentuk perlindungan hukum terhadap korban malpraktek kedokteran sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran, yaitu berupa pemberian hak kepada korban malpraktek untuk melakukan upaya hukum pengaduan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Sidang MKDKI akan memutuskan apakah telah terjadi malpraktek atau tidak dalam kasus kematian ibu pasca operasi di RSUD Lewoleba. Keempat; ombudsman RI Provinsi NTT akan terus memonitor perkembangan penyeiesaian permasalahan ini oleh pihak RSUD Lewoleba, termasuk jika ditempuh upaya mediasi sebelum dibawa ke MKEK/MKDKI.