LARANTUKA, AKSARANEWS.NET – Matahari sudah condong ke atas kepala ketika saya dan Lando Lamawato tiba di rumah Arkadius Balik, Senin (20/10). Lelaki hitam manis berkumis tipis ini akrab disapa Arka. Sudah agak lama kami tidak bertemu dan ngopi bareng.
Di halaman rumahnya, berdiri sebuah pondok sederhana. Saya langsung menyalakan kamera ponsel untuk merekam suasana. Beberapa kalimat menarik terpampang di depan pondok.
Tak ada anak-anak siang itu. Hanya tiupan angin yang menyentuh atap daun kelapa dan dinding belahan bambu. Di dalamnya, tampak sebuah lemari berisi buku-buku, meja, beberapa kursi, papan tulis, dan papan jadwal kegiatan.
“Perbanyak Literasi, Cerdaskan Generasi,” demikian salah satu tulisan di atas sepotong tripleks bekas. Dari suasana hening itu, tampak jelas tempat kecil ini menyimpan semangat besar.
Ketika tiba, Arka tidak sedang berada di rumah. Beberapa menit kemudian, ia datang. Seperti biasa, lelaki rendah hati yang kini menjabat sebagai ketua OMK Paroki Sta. Maria Goreti Waiwadan ini langsung menuju dapur, menyiapkan kopi.
Niat Lama yang Tumbuh di Tanah Sendiri
Keinginan Arka membangun taman baca dan menggerakkan kegiatan literasi sudah muncul sejak masa kuliah di Kota Kupang. Ia ingin menumbuhkan semangat membaca di tanah kelahirannya, Desa Kimakamak, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT.

Setelah menyelesaikan studi pada tahun 2018, niat itu akhirnya terwujud. Bersama sejumlah anak muda, mereka membentuk wadah bernama PERFEK, singkatan dari Persatuan Forum Anak dan Orang Muda Kimakamak.
Langkah itu disambut baik oleh pemerintah desa dan masyarakat. Bahkan, organisasi ini dikukuhkan secara resmi melalui Surat Keputusan Pemerintah Desa Kimakamak.
Tahun 2020 menjadi langkah awal yang sulit, Pandemi Covid-19 membatasi hampir semua aktivitas masyarakat. Arka bersama teman-teman tetap berupaya menghidupkan kegiatan literasi. Mereka bahkan harus meminta izin ke Polres Flores Timur hanya untuk bisa menyelenggarakan kegiatan.
Dengan segala keterbatasan, mereka mengadakan lomba membaca, debat, melukis, dan mewarnai bagi anak-anak SD hingga SMA di tingkat desa. Langkah kecil itu menjadi awal tumbuhnya budaya membaca di Kimakamak.
Oring Ame: Rumah untuk Semua Orang
April 2025 menjadi momen penting. Arka akhirnya membangun sebuah pondok baca di depan rumahnya menggunakan dana pribadi. Ia menamainya Oring Ame, yang dalam bahasa setempat berarti “pondok milik semua orang.”
Siapa pun boleh datang; anak-anak, remaja, orang dewasa, untuk membaca, berdiskusi, atau belajar bersama.
Sebagian besar koleksi buku di Oring Ame berasal dari pegiat literasi di Semarang pada tahun 2023. Ada juga dari koleksi pribadi dan sumbangan teman-teman literasi di Flores Timur.
Meski buku-buku sudah cukup banyak, Arka merasa masih belum lengkap. Ia berharap pondok baca itu bisa menghadirkan buku-buku yang lebih relevan dengan keseharian warga Kimakamak.
“Anak muda atau orang tua yang datang ke sini tidak menemukan buku yang sesuai dengan pekerjaan mereka. Paling pas itu buku-buku praktis, yang setelah dibaca, bisa langsung diterapkan,” tuturnya.
Mayoritas warga Kimakamak adalah petani. Karena itu, Arka berharap koleksinya bisa bertambah dengan buku-buku seputar pertanian, perkebunan, peternakan, dan hortikultura.
Kegiatan Literasi yang Hidup Setiap Hari
Kegiatan di Oring Ame dijadwalkan tiga kali seminggu: Rabu, Jumat, dan Minggu. Namun, semangat anak-anak membuat jadwal itu sering kali berjalan di luar rencana.
“Sebenarnya tiga kali seminggu. Tapi kadang saya tidak ada, mereka tetap datang,” ungkap Arka.
Di pondok kecil itu, anak-anak tak hanya belajar membaca dan menulis. Mereka juga belajar bahasa Inggris, menjaga kebersihan lingkungan, serta praktik menanam dan merawat tanaman.
Beberapa pemuda desa turut berbagi ilmu mereka. Selain itu, siapa pun yang berkunjung ke Oring Ame, Arka selalu meminta mereka untuk membagi ilmu dan pengetahuan kepada anak-anak.
“Yang paling aktif anak-anak SD dan SMP. SD paling banyak,” tambahnya.
Harapan Sederhana dari Arka
Meski kegiatan literasi di Oring Ame sudah berjalan selama dua bulan, perhatian dari pemerintah desa belum begitu terlihat. Namun, Arka tidak ingin banyak menuntut.
“Harapannya tidak muluk-muluk, atau besar, tidak mesti intervensi anggaran dari desa. Harapan saya tidak sampai ke situ. Tapi lebih suka ketika mereka datang lalu berdiskusi, bertukar pikiran untuk sama-sama membangun gerakan literasi secara bersama,” ujarnya.
Untuk menumbuhkan minat baca masyarakat, Arka punya rencana sederhana tapi bermakna: setiap rumah di Desa Kimakamak setidaknya memiliki satu buku menarik.
Ia membayangkan, selepas makan malam, keluarga bisa berkumpul membaca bersama. Jika kemudian timbul rasa ingin tahu lebih jauh, mereka bisa datang ke Oring Ame untuk mencari bacaan lain.
Lebih jauh, Arka bermimpi suatu saat nanti akan ada Festival Literasi Tahunan di tingkat Kecamatan Adonara Barat. Ia membutukan semangat kolaboratif dari semua pihak untuk mewujudkannya.
Dari Desa ke Panggung Literasi Flores Timur
Beberapa waktu lalu, Arka ikut ajang seleksi Pemilihan Duta Baca Flores Timur di Larantuka. Dalam waktu dekat, ia berencana mengikutsertakan anak-anak Kimakamak dalam Festival Literasi Kabupaten Flores Timur, November 2025 nanti.
“Persiapannya akan kami lakukan di pondok baca Oring Ame. Nanti ada lomba mewarnai dan baca puisi bagi anak-anak. Dari situ, kami pilih yang terbaik untuk ikut ke kabupaten,” uangkapnya.
Menutup perbincangan siang itu, Arka mengaku gerakan literasi di Desa Kimakamak masih kecil, belum banyak, belum besar. Namun semangatnya tak pernah surut.
Ia berharap, langkah kecil dari Oring Ame bisa menjadi inspirasi bagi anak muda di desa-desa lain di Adonara Barat. Pondok itu mungkin kecil, tapi semangatnya untuk mencerdaskan generasi tak pernah padam. (Tino Watowuan)



















