Indonesia tidak hanya dikenal sebagai negara Archipelago dengan beragam pulau dari Aceh sampai Papua. Pulau-pulau tersebut berderet dari ujung barat hingga timur Nusantara. Namun kekayaan Indonesia ternyata juga pada hal-hal lainnya, misalnya terdapat 715 bahasa daerah, 1.340 suku, 6 agama dan kepercayaan , serta terdapat 2.161 komunitas adat yang tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia. Sungguh kekayaan tersebut merupakan anugerah Ilahi untuk bangsa Indonesia yang mungkin saja tidak dimiliki oleh bangsa lain di dunia.
Sebagai Negara yang majemuk dengan berbagai keberagamannya, seperti jumlah entitas masyarakat adat yang melimpah tersebut, keberadaannya tentu menjadi sumber daya yang punya kontribusi positif baik untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam hal realisasi program-program strategisnya, maupun dalam konteks yang lain sebagai sarana memperkuat integrasi bangsa agar semakin padu dalam semangat persatuan Indonesia.
Kebijakan pemerintah dalam menegaskan eksistensi masyarakat adat sebenarnya sudah dimunculkan dalam beberapa peraturan seperti termaktub dalam Konstitusi UUD 1945, UU Pokok Agraria, dan terakhir pada UU Omnibus Law.
Hal ini memberi angin segar kepada masyarakat adat betapa pemerintah juga sejak dahulu hingga sekarang mafhum dengan keberadaan entitas masyarakat adat. Namun dalam pandangan kami, itu saja belum cukup. Harus ada terobosan kebijakan yang lebih populis, progresif dan strategis serta komprehensif terkait pengaturan entitas adat tersebut.
Secara khusus di Indonesia saat ini memiliki kelembagaan atau kementerian untuk hal-hal yangsifatnya cakupannya relatif besar, seperti Kementerian Agama dan Kementerian Agraria diatur secara khusus. Namun terkait dengan kebudayaan justru diatur bersama Kementerian Pendidikan. Sungguh ironi, padahal kedua hal tersebut tertuang secara tegas dalam Konstitusi UUD 1945, namun politik hukum pemerintah kita menginginkan keduanya diatur bersama.
Seharusnya Kementerian Pendidikan diatur khusus karena UUD 1945 memberikan penegasan terkait anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN kita. Namun disisi yang lain, pemerintah seolah menutup mata dengan beribu entitas adat dan suku yang ada di Indonesia dianggap sebagai subjek-objek yang tak perlu diatur terpisah, cukup dilekatkan saja dengan kementerian atau lembaga lainnya.
Tentu ini sangat disayangkan, mengingat keberadaan suku-adat-budaya merupakan sesuatu yang dekat dengansejarah Nusantara dan Indonesia, salah satu penciri betapa negara ini terbentuk atas berbagai perbedaan, suku, adat, agama dan lain sebagainya namun memiliki komitmen yang kuat mau bersatu melunturkan perbedaan yang ada. Inilah ciri masyarakat kita, masyarakat yang mempunyai kepribadian luhur dan memiliki peradaban yang tinggi, yaitu mampu menegasikan perbedaan apapun untuk sesuatu yang lebih besar.
Sangat disayangkan, jika setiap pengorbanan tersebut tidak terpayungi secara khsusus dalam satu kementerian. Kementerian adat adalah ikhtiar nyata bagaimana meneruskan konsensus the founding fathers bangsa ini untuk tetap menjaga kewarasan peradabannya, dan setidaknya menjadi tools dalam membentengi infiltrasi budaya asing yang lambat laun mengancam identitas keaslian Indonesia. Maka tak ada tawar menawar lagi bagi pemerintahan Prabowo-Gibran, Kementerian Adat harus didirikan.
RIO RAMABASKARA, SH MH (Praktisi Hukum/Pemerhati Adat)