KPOTI Kota Kupang Ajak Pelajar Kembali ke Akar Budaya
KUPANG, AKSARANEWS.NET – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan pengaruh budaya global yang kian meresap dalam keseharian anak-anak Indonesia, permainan tradisional perlahan kehilangan ruang hidupnya. Halaman kampung yang dulu riuh oleh tawa anak-anak bermain engklek, benteng, gasing dan permainan lain, kini berubah menjadi ruang sunyi yang digantikan layar gawai.
Namun, di Kota Kupang, secercah upaya untuk menghidupkan kembali denyut budaya itu tengah dilakukan. Komite Permainan Rakyat dan Olahraga Tradisional Indonesia (KPOTI) Kota Kupang menginisiasi Festival Permainan Rakyat dan Olahraga Tradisional Tingkat Kota Kupang sebagai ruang bagi anak-anak untuk kembali mengenali akar budaya bangsa.
Festival ini bukan sekadar perlombaan antar pelajar, melainkan wadah pembelajaran nilai-nilai luhur yang terkandung dalam permainan tradisional, tentang kebersamaan, sportivitas, kejujuran, dan gotong royong. Di tengah gempuran budaya instan dan pola interaksi serba digital, permainan tradisional menjadi jembatan yang menghubungkan generasi muda dengan akar budayanya.
salah satu pengurus KPOTI Kota Kupang, Goris Takene hasil Munas I Mataram 2024 , mengatakan kegiatan ini digagas sebagai bentuk ajakan agar sekolah dan masyarakat bersama-sama mengembalikan ruang bermain anak yang lebih sehat, edukatif, dan berkarakter.
“Permainan tradisional bukan sekadar hiburan, tetapi sarana membentuk manusia Indonesia yang berjiwa sportif dan menghargai kebersamaan,” ujarnya.
Dukungan atas gerakan ini datang dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia. Kementerian menilai kegiatan semacam ini memiliki makna strategis dalam membangun karakter anak bangsa melalui pelestarian budaya lokal yang semakin terpinggirkan.

Staf Khusus Menteri Bidang Perempuan dan Politik, Dra. Siti Nia Nurhasanah Sjarifudin, di Kupang, Jumat (10/10/2025), menegaskan bahwa KemenPPPA mendorong penghidupan kembali permainan tradisional di lingkungan anak-anak sebagai langkah nyata mengurangi ketergantungan terhadap gawai sekaligus memperkuat identitas budaya.
“Permainan tradisional mengajarkan anak tentang kejujuran, sportivitas, kegigihan, dan rasa gotong royong. Ia bukan sekadar warisan budaya, tetapi media pendidikan karakter yang hidup,” ujar Nia yang saat itu di dampingi Etha Bhubu aktifis Perempuan dan Anak NTT.
Ia menambahkan, KemenPPPA telah mengusulkan agar sekolah-sekolah menyediakan ruang bagi permainan tradisional di sela aktivitas belajar mengajar. Selain membangun karakter, permainan rakyat juga memperkuat keterampilan sosial anak. Melalui interaksi langsung, anak-anak belajar bekerja sama, menahan ego, dan menghargai perbedaan.
Dukungan terhadap kegiatan KPOTI juga datang dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang. Sekretaris dinas, Drs. Ambo, Rabu (15/10/2025), menegaskan bahwa pelestarian permainan tradisional sejalan dengan upaya pemerintah daerah membangun pendidikan berkarakter dan berakar pada budaya lokal.
“Kami melihat kegiatan seperti ini sangat relevan dengan semangat pendidikan berbasis budaya. Anak-anak belajar nilai-nilai kejujuran, kebersamaan, dan kerja sama lewat cara yang menyenangkan. Ini bagian dari pendidikan karakter yang sesungguhnya,” ujar Ambo.
Ia menambahkan, dinas akan mendorong sekolah-sekolah di Kota Kupang agar memberi ruang bagi siswa mengenal dan mempraktikkan permainan tradisional sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler.
“Kalau permainan tradisional hidup kembali di sekolah, kita bukan hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga menanamkan jati diri bangsa kepada generasi muda,” katanya.
Lewat festival ini, KPOTI berharap permainan tradisional tidak lagi sekadar nostalgia, tetapi menjadi gerakan nyata untuk merajut kembali identitas bangsa – melalui permainan yang mengajarkan nilai, membentuk karakter, dan memperkuat akar budaya Indonesia.