AKSARANEWS.NET, LEMBATA – Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menetapkan AKBP Josephine Vivick Tjangkung, S.Sos.,M.Ikom, Kabagbinopsnal Ditnnas Polda Metro Jaya menjadi Kapolres baru Kabupaten Lembata menggantikan AKBP Dwi Handono Prasanto, S.I.K. AKBP Dwi Handono diangkat menjadi Wakapolrestabes Bandung, Polda Jawa Barat. Rabu, (29/03/2023).
Masyarakat Lembata patut berbangga, Karena untuk pertama kalinya Kepolisian Resort Bumi sembur Paus ini dipimpin seorang wanita. Ini sosok Kapolres Baru Lembata
Vivick Tjangkung tentu tidak asing bagi kalangan masyarakat NTT. Vivick juga pernah menjadi presenter berita kriminal di stasiun TVRI dan Lativi.
Nama Vivick mulai diperbincangkan publik Jakarta saat Sertu Pol Vivick, terlibat langsung sebagai anggota tim Reserse Polda Metro Jaya,
bersama rekannya Serka Pol. Ester terlibat dalam penangkapan Ratu Ekstasi alias Zarima Mirafsur di Texas Amerika pada tahun 1996 lalu.
Vivick Tjangkung menjabat sebagai intel Polwan yang berprestasi dan berhasil menangkap gembong narkotik internasional (jaringan Inggris) di wilayah Jakarta.
Vivick Tjangkung yang adalah wanita keturunan darah Lamalera ini dalam Korps Intelijen Polda Metro Jaya merupakan satu-satunya Intel Polwan yang dibanggakan karena berbagai prestasi yang ditorehkanya.
Perlu diketahui ada tujuh Kapolres yang dimutasi yakni Kapolres Manggarai Barat, Alor, Kupang, Sumba Barat, Belu, Manggarai dan Lembata.
Wanita cantik kelahiran Ende – Flores, 15 Maret 1971 ini, pernah menjadi presenter berita kriminal di stasiun TVRI dan Lativi, merilis album rekaman dan membintangi sejumlah sinetron antara lain Suami, Istri & Dia, Shakila, dan Oo Jekri.
Namahya mulai santer dibicarakan oleh publik Jakarta saat Sertu Pol Vivick, anggota tim Reserse Polda Metro Jaya, bersama rekannya Serka Pol. Ester terlibat dalam penangkapan “Ratu Ekstasi” Zarima Mirafsur di Amerika pada November 1996 lalu.
Tak lama berselang, kalangan Media Nasional dan Ibukota kemudian memburu Vivick setelah Intel Polwan berprestasi ini berhasil menangkap gembong Narkotik Internasional (jaringan Inggris) di suatu wilayah di Jakarta.
Di dalam korps intelijen Polda Metro Jaya, Vivick adalah satu-satunya intel Polwan yang dibangakan karena berbagai prestasi yang diukirnya.
Bagaimana perjalanan karir Vivick hingga menjadikan dia begitu bersinar?
“Cita-cita saya sebenarnya jadi guru atau sekretaris. Tapi akhirnya memilih jadi Polisi karena saya pingin keluar dari Dili, tempat tinggal ortu saat itu,” kata Vivick.
Niat Vivick untuk keluar dari Dili muncul ketika sang ayah minta Vivick tinggal dan sekolah di Dili saja lantaran 3 kakaknya telah tinggal dan kuliah di Surabaya, 1 kakak yang lain di Kupang, meninggalkan Vivick dan 2 saudara lainnya di Dili.
Ayah Vivick, Aloysius Tjangkung, dan ibundanya Dintje Lelaona Tjangkung adalah guru di SMPP Dili tapi saat ini telah menetap di kampung asal sang ayah di Manggarai, Flores, setelah habis masa pensiun mereka. Sebelum itu, orangtua Vivick tinggal di Jakarta selama 4 tahun setelah meninggalkan Dili, juga karena alasan Timor Timur lepas dari NKRI.
Vivick, anak kedua dari bontot ini, muncul ide untuk cari alternatif sekolah gratis di luar Dili selepas SMA.
“Bertepatan dengan pendaftaran masuk Polwan dan menjadi pegawai Depnaker di sekolah saya, diam-diam saya daftar dan ikut test kedua-duanya. Karena lulus dua-duanya saya pilih Polwan, pas dengan hobi saya olahraga fisik,” tutur Vivick.
Ayah Vivick tetap tidak merelakan namun Vivick keras kepala. Saat hendak naik pesawat Vivick kabarkan ayahnya. Vivick berangkat ke Denpasar untuk jalani pendidikan selama 11 bulan dan dilarang berhubungan dengan keluarga selama 3 bulan pertama.
“Bapak lepas saya pergi dengan berat hati dan beri saya uang Rp 500 ribu. Saya terlambat ikut dengan pesawat rombongan akhirnya saya pake uang bapak untuk bayar sendiri ongkos pesawat,” cerita Vivick.
Setelah tiga bulan pendidikan, Vivick terima surat dari ayah yang berpesan “Kau harus kuliah!” Begitulah, setiap kali surat, pesan yang sama tetap ditulis ayah.
Alhasil, pasca pelantikan menjadi Polwan, Vivick ditempatkan di Reserse Polda Metro Jaya. Setelah satu tahun kerja, Vivick dijinkan mengambil kuliah di Moestopo Jakarta jurusan Komunikasi.
“Semester tiga saya mulai biaya sendiri. Waktu itu gaji saya Rp 175 ribu. Gaji pertama saya kirim ke bapak. Dalam hati saya bilang saya anak pertama yang kasih uang untuk bapak. Saya kirim Rp 50 ribu. Waktu itu lumayan sih karena kurs saat itu Rp2.500,” ujar Vivick.
Vivick masuk kuliah tahun 1992 dan lulus tahun 1998. Saat wisuda, ayah dan ibunda Vivick turut hadir. Pasca wisuda, Vivick ditempatkan di Polsek Kota Bekasi, Jakarta Timur, untuk bertugas selama 7 bulan lalu menjadi staf Lantas SIM selama 4 tahun di Polda Metro Jaya. Setelah itu Vivick ambil sekolah perwira selama 11 bulan sebelum bertugas di bagian narkoba Polda Metro Jaya hingga sekarang.
“Saya ditempatkan sebagai penyidik untuk kasus remaja dan anak-anak khusus terkait kekerasan terhadap anak-anak. Saat itu usia saya 19 tahun sehingga bisa memahami dengan baik psikologi remaja. Kita lebih banyak beri nasihat karena remaja yang bermasalah lebih banyak akibat narkotik,” papar Vivick.
Saat ini Vivick sudah lebih fokus dengan tugas sebagai penyidik intelijen. Vivick harus belajar untuk membaur dengan setiap situasi karena harus menjalani aksi-aksi penyamaran sekedar mendapat info keberadaan para gembong narkotik dan kerja jaringannya.
Vivick bergabung dalam tim khusus penyamaran dan satu-satunya adalah polisi wanita pada tahun 1993.
“Satu orang Polwan pun tak tahu kalo saya masuk tim penyamaran. Saya masuk kantor sebentar lalu kabur, tak pake seragam dan kembali ke asrama malam menjelang pagi. Banyak teman-teman Polwan persoalkan saya saat itu hingga mereka pun mengadu ke pimpinan. Pimpinan tak buka mulut tapi saya tak sabar, kemudian saya bilang ke salah satu senior soal kerja saya. Situasi saya di asrama pun berangsur baik,” tutur Vivick.
Sambil kuliah, Vivick terus lakukan penyamaran. Di sela-sela tugasnya, Vivick sempatkan diri baca buku kuliah. Kerja Vivick adalah membuntuti salah satu target dan yang pertama memberi sinyal ke Tim untuk beri tindakan. Dalam prosedurnya, Vivick hanya ditugaskan masuk dalam lingkungan target dan mengenal situasinya. Setelah menyampaikan sinyal ke Tim, Tim yang akan beraksi untuk tindakan lebih lanjut.
“Saya itu nekad. Setiap kali bersama target, pernah di hotel dan pernah di satu mobil dengan target, saya telpon ketua Tim saya. Pimpinan marah karena di luar perhitungan. Kata dia itu membahayakan. Kamu terlalu berani. Ini narkotik bukan kasus biasa. Ini bisa mengorbankan nyawa kamu… Tapi pimpinan akhirnya juga sampaikan salutnya karena saya selalu berhasil dan kamipun menangkap gembong-gembong itu,” papar Vivick.
Itulah Vivick Tjangkung, sosok Polwan kita yang berani. Vivick hanya ingin menatap masa depan kaum muda Indonesia yang lebih indah, kaum muda yang berprestasi dan berguna, bukan kaum muda yang terpuruk oleh penyakit narkoba, penyakit yang mematikan itu.
Untuk kaum muda NTT, JANGAN PERNAH MENGENAL NARKOBA! (AL)