AKSARANEWS.NET, LEMBATA – Pada tahun 2022 silam ada 20 kasus Malaria di Kabupaten, 17 diantaranya merupakan kasus lokal, sehingga menyebabkan target eliminasi malaria yang seharusnya pada 2023, mesti diperpanjang tiga tahun hingga 2025.
Pasalnya, Lembata menjadi salah satu Kabupaten yang belum berhasil menghentikan penularan malaria lokal. Karenanya, dibutuhkan dukungan dan komitmen bersama dalam gerakan untuk melepaskan predikat ini.
Ini sudah seharusnya menjadi perhatian serius baik Dinas maupun lintas sektor dan masyarakat Lembata itu sendiri.
Pada 2011 lalu Lembata mengalami peningkatan API yang begitu drastis yaitu mencapai 187 permil. Namun, di tahun 2019 Menurun hingga 0,21 permil dan ini adalah alasan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan memilihnya untuk berbagi best practice dalam Kelas Program Malaria
Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi, Bapak Donatus Boli, AKS, M.Si dalam arahannya membuka pertemuan self-assessment dan pemetaan daerah reseptif malaria dalam rangka persiapan eliminasi malaria Kabupaten Lembata. Rabu (22/11) di aula Olympic Lewoleba.
“Semoga kegiatan hari ini memberikan dampak positif, dan nilai tambah bagi pengetahuan dan ketrampilan petugas di lapangan,” ucap Donatus
Pertemuan ini juga dihadiri oleh Kepala Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (B/BTKLPP), Bapak Slamet Mulsiswanto, SKM, M.Kes, beliau menyatakan dukungan Pemerintah untuk Kabupaten Lembata dan hadir langsung Bersama tim untuk memfasilitasi peningkatan kapasitas petugas Puskesmas dalam memetakan daerah reseptif malaria.
Wilayah Reseptif adalah wilayah/Desa yang memiliki vektor malaria dengan kepadatan tinggi dan terdapat faktor lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan malaria.
Pemetaan Daerah reseptif penting dilakukan mengingat tingginya resiko rentan terhadap bahaya re-introduksi malaria, sebagai dasar pengendalian malaria dan termasuk salah satu unsur penilaian Eliminasi Malaria.
Peserta pertemuan terdiri dari: 12 Kepala Puskesmas, 12 sanitarian , 12 pengelola program malaria puskesmas, 3 pengelola program malaria di rumah sakit (RSUD, rs swasta dan klinik swasta), dan lintas program Dinkes Kabupaten Lembata yaitu petugas promkes, Kesehatan lingkungan, surveilans, farmasi, dan Kesehatan ibu anak.
Pertemuan juga dihadiri oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Ibu Rosadelima Tuto.
Rosadelima Tuto, mengatakan Tahun lalu Lembata memiliki kasus malaria meski adalah kasus import, di mana orang mendapatkan infeksinya di Papua.
Nurida Aryani pengelola program dinas kesehatan Lembata mengatakan Eliminasi malaria sebagai gerakan bersama, itulah kunci suksesnya Mesti ada dukungan dan komitmen bersama sehingga pelaksanaan dilakukan dengan penuh tanggungjawab.
“Eliminasi malaria mesti menjadi perjuangan bersama mengingat dampak buruk malaria” ujar Nur.
Saat ini Lembata telah berperan secara baik untuk akselerasi eliminasi malaria Dengan memperhatikan hal-hal prinsip. Sementara itu, dr.Alfian dari UNICEF kantor lapangan Kupang menjelaskan bahwa cara menurunkan penularan malaria hingga nol kasus lokal melalui intervensi epidemiologi yang tepat.
Akses diagnosa dini kasus malaria menggunakan Tes Mikroskop/RDT perlu diperluas dan pengobatan malaria yang tepat menggunakan obat anti malaria. Seluruh penduduk berisiko termasuk ibu hamil dan anak balita menjadi sasaran tes malaria.
Hal yang sama disampaikan Ibu Dece salah satu tim pemberantasan malaria Propinsi NTT kepada media ini menjelaskan, perlu ada inovasi dan pengembangan, berbasis Participatory, Learning and Action (PLA) dalam menumbuhkan kepedulian masyarakat dan stakeholder untuk memberantas Malaria secara Bersama-sama.
Proses percepatan eliminasi diharapkan dapat berjalan dengan baik menuju Lembata Sehat, Lembata Bebas Malaria.