DENPASAR, AKSARA NEWS. NET – Tanpa kehadiran perempuan dalam pengawas pemilu seperti ada ruang hampa oleh karena itu peran perempuan sangatlah dibutuhkan dalam mengawal proses Demokrasi.
Demikian sambutan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja ketika menutup Kegiatan Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu. Bali 22 Desember 2024.
Tema yang diangkat adalah “Perempuan Berdaya Mengawasi ; menggerakkan Perempuan, mewujudkan Pemilu dan Pemilihan Yang Inklusif dan Demokratis”.
Kegiatan ini diikuti oleh Anggota Bawaslu Provinsi NTT Melpi Minalria Marpaung bersama Anggota Bawaslu Kabupaten Lembata Indah Purnama Dewi bersama Perempuan pengawas Pemilu lainnya mulai dari Ketua, Anggota dan Sekretariat Bawaslu se-Indonesia
Dalam kesempatan tersebut Anggota Bawaslu RI Loly Suhenty dalam arahannya mengatakan makna dari Tema Konsolnas adalah seruan yang mengingatkan bahwa demokrasi yang ideal hanya bisa terwujud jika semua kelompok masyarakat termasuk perempuan mendapatkan peran strategis dalam menjaga integritas pemilu.
Menurut Loly Pemilu dan Pemilihan adalah cerminan dari demokrasi yang harus menjamin partisipasi setara bagi semua warga negara termasuk perempuan, namun menurutnya perempuan kerap menghadapi berbagai hambatan baik sebagai Pemilih penyelenggara maupun peserta pemilu.
“Moment ini menjadi refleksi apa ‘goals’ (tujuan) kita, apa yang telah dikerjakan, sedang dikerjakan dan akan dikerjakan kedepan, pengarusutamaan gender perlu bertenaga, tidak sekedar menjadi harapan hampa, maka perlu diwujudkan dalam langkah-langkah konkret yang terukur,” Ucap Loly
“Perjuangan menuju kesetaraan dan inklusi adalah perjalanan panjang yang penuh tantangan namun kita harus percaya bahwa perubahan besar dimulai dari langkah langkah kecil yang konsisten” tegas Loly.
Sebagai perempuan pertama yang menjadi Pemimpin Bawaslu RI, Loly memandang pentingnya memastikan kebijakan Pemilu yang responsif terhadap segala keragamannya.
Partisipasi perempuan harus dijamin disetiap tahapan Pemilu dan memberikan prioritas bagi ibu hamil, lansia, Perempuan disabilitas, perempuan adat yang tinggal di pelosok, bahkan politisi perempuan yang kerap menghadapi diskriminasi dan hambatan struktural yang menghalangi mereka berperan secara maksimal.
Loly menegaskan kondisi ini harus ada perhatian khusus untuk memastikan proses pemilu yang inklusif dan adil bagi perempuan dari berbagai latar belakangnya serta memberikan perlindungan dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
Adapun beberapa terobosan yang sudah dilakukan dalam hal perempuan sebagai penyelenggara yaitu yang pertama
Memberikan penguatan affirmative action hingga level panwaslu kecamatan, kedua memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% dalam komposisi keanggotaan Bawaslu Provinsi dan Kabupaten Kota serta penerbitan SK Ketua Bawaslu tentang Petunjuk Teknis Rekrutmen Pengawas Pemilu yang berkeadilan gender baik pada Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Kelurahan Desa.
Melalui regulasi tersebut diatas prosentase jumlah pengawas perempuan secara umum mengalami peningkatan signifikan dimana pada Pemilu perempuan panwaslu Kecamatan sebesar 4,153 (19,03%), Panwaslu Kelurahan/Desa sebesar 22,850 (27,29%) dan Pengawas TPS sebesar 329.787 (40,21 %).
Lalu pada pilkada Panwaslu Kecamatan sebesar 4.083 (18,71%), Panwaslu Kelurahan/Desa 25.960(31%) dan pengawas TPS sebesar 197.146(44,29%).
Kegiatan Konsolnas ini dibagi dalam beberapa kelas diskusi dan persentasi rekomendasi oleh masing-masing kelas dengan Tema diskusi Pemilihan dan Partisipasi Perempuan oleh Siti Kofifah dan Fitri Patonangi,
Catatan kritis Perempuan terhadap revisi undang-undang Pemilu dan Pilkada oleh Sri Wahyu Ananingsih dan Noldi Tadu Hungu serta catatan problematika mewujudkan Pemilu inklusif oleh Sitti Rakhman dan Marini.